Sekretariat: Jl. Bintara 8 Kelurahan Bintara Kecamatan Bekasi Barat (17134) Kota Bekasi Propinsi Jawa Barat Indonesia

Kamis, 10 Februari 2011

"Nenek Pemungut Daun"

Alkisah,, Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.

Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.
Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa  ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.
Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu. "Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."
"Nenek Pemungut Daun" Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.


Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.
Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa  ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.


Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu. "Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."
Read More

Tirai Yang Tertutup

Ketika mendengar sebuah berita "miring" tentang saudara kita, apa reaksi kita pertama kali ? Kebanyakan dari kita dengan sadarnya akan menelan berita itu, bahkan ada juga yang dengan semangat meneruskannya kemana-mana.

Kita ceritakan aib saudara kita, sambil berbisik, "sst! ini rahasia lho!". Yang dibisiki akan meneruskan berita tersebut ke yang lainnya, juga sambil berpesan, "ini rahasia lho!"     Kahlil Gibran dengan baik melukiskan hal ini dalam kalimatnya, "jika kau sampaikan rahasiamu pada angin, jangan salahkan angin bila ia kabarkan pada pepohonan."

Inilah yang sering terjadi. Saya memiliki seorang rekan muslimah yang terpuji akhlaknya. Ketika dia menikah saya menghadiri acaranya. Beberapa minggu kemudian, seorang sahabat mengatakan, "saya dengar dari si A tentang "malam pertamanya" si B." Saya kaget dan saya tanya, "darimana si A tahu?" Dengan enteng rekan saya menjawab, "ya dari si B sendiri! Bukankah mereka kawan akrab…"


Masya Allah! rupanya bukan saja "rahasia" orang lain yang kita umbar kemana-mana, bahkan "rahasia kamar" pun kita ceritakan pada sahabat kita, yang sayangnya juga punya sahabat, dan sahabat itu juga punya sahabat.


Saya ngeri mendengar hadis Nabi : "Barang siapa yang membongkar-bongkar aib saudaranya, Allah akan membongkar aibnya. Barangsiapa yang dibongkar aibnya oleh Allah, Allah akan mempermalukannya, bahkan di tengah keluarganya." Fakhr al-Razi dalam tafsirnya menceritakan sebuah riwayat bahwa para malaikat melihat di lauh al-mahfudz akan kitab catatan manusia. Mereka membaca amal saleh manusia. Ketika sampai pada bagian yang berkenaan dengan kejelekan manusia, tiba-tiba sebuah tirai jatuh menutupnya. Malaikat berkata, "Maha Suci Dia yang menampakkan yang indah dan menyembunyikan yang buruk."
Jangan bongkar aib saudara kita, supaya Allah tidak membongkar aib kita. "Ya Allah tutupilah aib dan segala kekurangan kami di mata penduduk bumi dan langit dengan rahmat dan kasih sayang-Mu, Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah"

Insya Allah, Bermanfaat dan dapat dipetik Hikmahnya.
Read More

Rabu, 09 Februari 2011

Berkah


Kata barokah jika ditransliterasikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi berkah,barakah atau berkat.Jika dirunut artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI)edisi tiga,berkah diartikan 'karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia atau doa restu dan pengaruh baik yang mendatangkan selamat serta bahagia dari orang yang dihormati atau dianggap suci(keramat)',KBBI edisi tiga terbitan Balai Pustaka 2005 itu lantas mencontohkannya kepada guru,orang tua atau pemuka agama.
Sedangkan dalam kitab Riyadus Shalihin dijelaskan bahwa barokah adalah'ziyadatul khair 'ala al ghair'(sesuatu yang dapat menambah kebaikan kepada sesama).Arti ini sangat global dan fleksibel,tergantung konteks yang kita kehendaki.
Artinya,bila dikaitkan dengan ilmu dan guru maka yang dimaksud berkah adalah ilmu,doa restu dan pengaruh baik serta kebahagiaan yang datang setelah kita belajar dan berbakti kepada guru atau ulama.Bila dikaitkan dengan harta maka yang dimaksud dengan harta yang barokah ialah harta yang menyebabkan seseorang yang mempergunakannya memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa sehingga mampu mendorong berbuat kebaikan pada sesama.Harta demikian inilah yang pada hakikatnya sangat didambakan dan dicari setiap orang,sebab ketenangan dan ketenteraman jiwa itulah yang menjadi faktor penentu bagi kebahagiaan hidup seseorang.
Dalam syariat Islam,berkah erat kaitannya dengan tawakal.Berkah berasal dari artian bergerak,tumbuh;bergerak,bahagia(kamus al Muhith).Dalam syariat,berkah didefinisikan sebagai kebaikan berlimpah yang diberikan Allah pada siapa yang dikehendakiNya.Sementara tawakal dalam kitab Ihya Ulumuddin diartikan sebagai penyandaran hati hanya pada wakil(yang ditawakkali)semata.Baik tawakal maupun berkah sama sama berupa perkara batiniah.Meredupnya rasa tawakal lambat laun melunturkan pula rasa penghargaan atas berkah.Manfaat dari tawakal dan berkah memang tidak bisa dirasakan secara kasat mata.Namun sebenarnya justru dari hal seperti inilah iman,keyakinan dan pengetahuan agama akan teruji.Pengaruh dari tawakal dan berkah sejatinya pun tidak kosong sama sekali.Ketenangan,ketabahan dan keberhasilan hidup adalah sesuatu yang selalu menyertai tawakal dan berkah.Terkadang muncul anggapan bahwa semua itu sekedar imbas dari ketekunan dan usaha seseorang semata.Untuk itu,kita juga kiranya perlu sekali lagi menelusuri letak tawakal dan berkah dalam Islam.
Amal mukmin merupakan perpaduan antara ikhtiar dan tawakal.Ikhtiar adalah usaha untuk meraih apa yang dikehendaki.Sedangkan tawakal menjadi bentuk permohonan tercapainya amal kepada Sang Pencipta setelah berusaha.Tawakal menunjukkan pengakuan mukmin bahwa ia sekedar hamba.Betapapun manusia berusaha,Allah jualah yang akan menentukan.
''Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah,niscaya Allah akan mencukupkan(kebutuhan)nya.Sesungguhnya Allah telah menjadikan ketentuan bagi tiap tiap sesuatu''(QS.Ath-Thalaq:3)
Melalui tawakal seorang mukmin mengakui bahwa ia sebenarnya tidak memiliki daya apapun.Al Manawi dalam Faidh al Qadir mengartikannya sebagai bentuk penampakan kelemahan diri.Hanya realitanya kita sering terlena dengan ikhtiar dan mengesampingkan tawakal.Kenyataan yang memprihatinkan karena mengingat kita tahu betul adanya tawakal yang ikut berkeliaran didalamnya.Pengetahuan yang tidak disertai kesadaran menunjukkan iman yang masih labil,disebabkan oleh banyak hal seperti enggan bertafakur atas keagungan Allah dan ciptaanNya,menggelapkan hati dengan maksiat dan tidak menghidupkannya dengan taat beribadah.Hati yang lalai menjadikan kita ujub(kagum)dengan jerih payah sendiri.Akhirnya tawakal disepelekan dan berkah diabsurkan.Berkah dari gema pengajian-shalawat,al Fatihah,ziarah,mencium tangan ulama,tempat tertentu atau ngalap berkah dengan jalan lainnya jadi barang pasaran yang sekedar diambil bila perlu.
Gugatan
ada saja persoalan baru yang diusung oleh kaum anti tawassul dan tahlil untuk membungkam tradisi dalam Islam golongan Ahlussunah wal Jama'ah.Setelah gerakan anti ziarah kubur mentok,kini berkembang wacana baru tentang berkah.Dalam wacana mereka,berkah dipilah jadi dua.Ada berkah yang di Syariatkan dan ada yang tidak di Syariatkan.Yang pertama dibagi dalam banyak hal,ada berkah dengan ucapan,amalan dan prilaku.Ada pula yang berkaitan dengan tempat,waktu,makanan dan diri Nabi s.a.w
Berkah dengan ucapan,amal dan prilaku seperti membaca alqur'an,dengan tempat seperti ibadah di masjid Madinah,atau seperti yang dilakukan Rasulallah s.a.w dengan mengunjungi masjid Quba',dengan waktu seperti doa disaat mustajabah,dengan makanan&minuman seperti minum air zam-zam dan dengan diri Nabi s.a.w seperti berebut sisa air wudhunya dan sebagainya.Berkah yang dilarang oleh mereka dipilah seperti berkah yang disyariatkan.Dan yang jadi contoh tidak jauh dari ziarah kubur(walaupun kubur para nabi),mencium tangan ulama,perayaan maulid dan serangkaian doktrin wahabi lainnya.Kekeliruan wacana mereka dapat kita cermati secara parsial(juziyyah)maupun secara universal(kulliyah).Secara parsial,kejelasan pro-kontra ziarah kubur masih belum tuntas dan absurd.Para penggugat tawassul dan ziarah tampak belum memahami betul bagaimana praktek ngalap berkah dikubur dan bertawassul pada leluhur.Sebagai contoh tulisan abu usamah bin rawiyah dalam pembagian tawassul batal ia menggambarkan'pergi kekubur dengan tujuan ziarah dan berdoa disisinya dengan keyakinan bahwa berdoa disisinya(maksudnya disisi kubur)lebih utama.
Realita dari ngalap berkah(tabaruk)dimakam tentu saja tidak seperti yang mereka gambarkan secara sepihak.Tujuan dari ziarah adalah meminta penekanan doa dari para shalihin yang telah wafat,dengan kata lain berkeyakinan bahwa berdoa agar para shalihin ikut mendoakan adalah lebih musutajab(cepat dikabul),adapun kuburannya sendiri tidak menjadi pertimbangan.Karena kita bertawassul pada yang empu makam dan bukan pada kuburnya.
Dalil tentang mengambil berkah dari orang yang telah tiada tercatat dalam banyak hadist,diantaranya HR.Ath Thabrani,Ibnu Hibban dan Hakim meriwayatkan perkataan Nabi s.a.w saat membaringkan Siti Fatimah binti Asad(ibu Imam Ali bin Abi Thalib) ''Allah yang membuat hidup dan mati.Dialah yang Hidup tidak mati.Semoga Engkau memberi ampun pada ibuku Fatimah binti Asad dan Engkau luaskan tempatnya dengan hak NabiMu dan nabi nabi lain sebelumku.Sungguh Engkau adalah Dzat yang lebih belas kasih pada mayyit''
Dalam hadist ini Nabi Muhammad s.a.w menjadikan hak nabi lain yang telah wafat sebagai tanggungan doa beliau.
Mufti Mekkah Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuturkan dalam kitab ad Durarus Saniyah(hal 13)hadist serupa dimasa pemerintahan khalifah Umar ibn Khattab r.a
Diriwayatkan bahwa Bilal ibn Harist ketika wabah kemarau melanda hebat mengunjungi makam Nabi s.a.w,ia berkata 'Wahai Rasulallah!Saya datang untuk berharap agar engkau memintakan hujan pada Allah bagi umatmu.Sesungguhnya mereka hancur sebab sama sekali tidak ada hujan' .Akhirnya Bilal bermimpi didatangi Nabi s.a.w dan diberitahu bahwa umatnya telah diberi hujan(HR.Baihaqi dan Ibnu Hibban)
Hadist hadist tersebut memang berisi tawassul pada para Nabi.Namun selama belum ada dalil lain bahwa itu merupakan khususiyah Nabi s.a.w,maka bisa jadi legalitas tasyri'.
Bertabarruk dengan mencium tangan ulama,mereguk sisa minumannya dan hal lainnya telah terpatri sejak era salaf ash shalih.Sejarah pun mencatat kebiasaan mencium tangbn dari para sahabat sejak berabad abad silam.
Pembuktian secara umum(kulliyah)adalah dengan mencermati bahwa sesuatu yang tidak diatur oleh syariat tidak lantas menjadi kebatilan.Yakni selama hal tersebut masih sejalan dengan ajaran Islam dan tidak melabrak aturan Islam lainnya(aturan baku yang telah jadi kepastian dalam agama).Ibnu Hajar dalam Fath al Mubin mengutip perkataan asy Syafi'i tentang bid'ah ''sesuatu yang diada adakan(dalam agama)dan menyalahi kandungan Kitab,Hadist,Ijma' atau Atsar'',maka tergolong bid'ah yang tercela,dan sesuatu yang diadakan dari kebaikan serta tidak menyalahi aturan tersebut maka tergolong bid'ah terpuji(boleh dilakukan)
Dalam konteks berkah,kita mengambil berkah dari para wali,ulama atau hal yang berkaitan dengan mereka yang notabene lebih makrifat dan mukhlis kepada Allah swt.Dan disisi lain,larangan untuk bertabarruk dengan semua hal tersebut tidak pernah sekalipun tercatat dari para pendahulu umat,kecuali setelah datang seorang bernama Ibnu Taimiyah,ahli fiqh madzhab Ahmad bin Hanbal yang dimana dunia Islam mulai mengenal istilah istilah agama yang belum pernah ada sebelumnya bahkan dalam lingkungan madzhabnya sendiri.
Walhasil,dari paparan diatas kiranya dapat kita pahami bahwa berkah itu jelas adanya.Namun,perlu diingat bahwa mengharap berkah itu hanya sarana untuk mendapat pertolongan dan karunia Allah swt.Seorang santri atau pelajar yang berada dipondok kemudian mengharap berkah dari sang Kiai tentunya harus juga disertai belajar dan mentaati peraturan yang ada.Begitu pula mencari berkah dalam konteks tempat(sowan/ziarah ke wali atau makam)harus disertai keyakinan bahwa Allah jualah dzat yang memberikan berkah pada tempat dan diri mereka....Wallahu A'lam
Berkah yang sifatnya abstrak secara teori memang gampang terabaikan oleh kita.Karena abstrak inilah maka yang bisa menjadi pemerhati berkah hanya hati kita.Hati yang lalai atau tidak mengetahui secara benar apa itu berkah akan berujung pada kecerobohan,keraguan dan mungkin hingga ke taraf tidak percaya pada adanya berkah.Faktor yang menyebabkan orang ragu akan adanya berkah sering kali karena dia tidak tahu akan pengertian dan gambaran dari berkah itu sendiri.Untuk itu sebelum lebih lanjut,sangat tepat bila kita mengupas terlebih dahulu pengertian dari berkah itu.
Read More

© Majelis Ta'lim Remaja Al-Husna, AllRightsReserved.

Designed by Zy Muhammad