Sekretariat: Jl. Bintara 8 Kelurahan Bintara Kecamatan Bekasi Barat (17134) Kota Bekasi Propinsi Jawa Barat Indonesia

Selasa, 15 Juni 2010

Mudah Menilai Orang Lain


Tetapi mudahkan untuk menilai diri sendiri?
Sebelum kita membahasnya lebih lanjut, mari sejenak kita simak cerita di bawah ini.
Suatu hari terdapat empat pemuda pertapa yang hidup bersama dalam sebuah rumah. Suatu saat mereka memutuskan untuk bersama-sama pergi bertapa selama sebulan menuju gunung yang terletak di ujung desa. Sebelum pertapaan dimulai mereka bersama-sama berjanji untuk tidak berbicara diantara mereka selama pertapaan berlangsung. Hal ini sangat penting untuk menjaga kekhusyukan selama bertapa. Akhirnya empat pemuda memulai pertapaannya masing-masing. Semua pemuda akhirnya masuk dalam kondisi kesunyian yang dipenuhi oleh keheningan. Tetapi setelah hari ke dua puluh sembilan salah seorang dari pertapa tersebut tiba-tiba teringat akan sesuatu dan berkata “Aku lupa apakah aku sudah mengunci pintu di rumah sebelum kita berangkat,”
Segera pertapa lain menyahut dengan suara lantang, “Bodoh kau! Kami sudah diam hampir satu bulan dan sekarang kau membatalkannya.”
Pertapa ketiga berkata, “Kau ini bagaimana? Kau batal juga!”
Pertapa keempat, “Puji Tuhan, akulah satu-satunya yang belum berbicara.”
LOL :-D
Sahabatku…
Seorang guru berkata “Sebelum engkau melihat kesalahan pada orang lain, sudahkah engkau melihat kesalahan pada dirimu sendiri?”
Ya Tuhanku, bimbing kami dalam membersihkan hati ini agar kami senantiasa bisa melihat kotoran-kotoran yang ada di dalam hati kami. amin
Read More

Abu Nawas dan Kisah Enam Ekor Lembu yang Pandai Bicara


Abu Nawas dan Kisah Enam Ekor Lembu yang Pandai Bicara



Pada suatu hari, Sultan Harun al-Rasyid memanggil Abu Nawas menghadap ke Istana. Kali ini Sultan ingin menguji kecerdikan Abu Nawas. Sesampainya di hadapan Sultan, Abu Nawas pun menyembah. Dan Sultan bertitah, “Hai, Abu Nawas, aku menginginkan enam ekor lembu berjenggot yang pandai bicara, bisakah engkau mendatangkan mereka dalam waktu seminggu? Kalau gagal, akan aku penggal lehermu.

“Baiklah, tuanku Syah Alam, hamba junjung tinggi titah tuanku.”

Semua punggawa istana yang hadir pada saat itu, berkata dalam hati, “Mampuslah kau Abu Nawas!”

Abu Nawas bermohon diri dan pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, ia duduk berdiam diri merenungkan keinginan Sultan. Seharian ia tidak keluar rumah, sehingga membuat tetangga heran. Ia baru keluar rumah persis setelah seminggu kemudian, yaitu batas waktu yang diberikan Sultan kepadanya.

Ia segera menuju kerumunan orang banyak, lalu ujarnya, “Hai orang-orang muda, hari ini hari apa?”

Orang-orang yang menjawab benar akan dia lepaskan, tetapi orang-orang yang menjawab salah, akan ia tahan. Dan ternyata, tidak ada seorangpun yang menjawab dengan benar. Tak ayal, Abu Nawas pun marah-marah kepada mereka, “Begitu saja kok anggak bisa menjawab. Kalau begitu, mari kita menghadap Sultan Harun Al-Rasyid, untuk mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.”

Keesokan harinya, balairung istana Baghdad dipenuhi warga masyarakat yang ingin tahu kesanggupan Abu Nawas mambawa enam ekor Lembu berjenggot.

Sampai di depan Sultan Harun Al-Rasyid, ia pun menghaturkan sembah dan duduk dengan khidmat. Lalu, Sultan berkata, “Hai Abu Nawas, mana lembu berjenggot yang pandai bicara itu?”

Tanpa banyak bicara, Abu Nawas pun menunjuk keenam orang yang dibawanya itu, “Inilah mereka, tuanku Syah Alam.”

“Hai, Abu Nawas, apa yang kau tunjukkan kepadaku itu?”

“Ya, tuanku Syah Alam, tanyalah pada mereka hari apa sekarang,” jawab Abu Nawas.

Ketika Sultan bertanya, ternyata orang-orang itu memberikan jawaban berbeda-beda. Maka berujarlah Abu Nawas, “Jika mereka manusia, tentunya tahu hari ini hari apa. Apalagi jika tuanku menanyakan hari yang lain, akan tambah pusinglah mereka. Manusia atau hewan kah mereka ini? “Inilah lembu berjenggot yang pandai bicara itu, Tuanku.”

Sultan heran melihat Abu Nawas pandai melepaskan diri dari ancaman hukuman. Maka Sultan pun memberikan hadiah 5.000 dinar kepada Abu Nawas.

Sumber bacaan: Alkisah Nomor 02 / 19 Jan – 1 Feb 2004
Read More

Hasud

Hasud adalah sikap suka menghasud dan mengadu domba terhadap sesama. Menghasud adalah tindakan yang jahat dan menyesatkan, karena mencemarkan nama baik dan merendahkan derajat seseorang dan juga karena mempublikasikan hal-hal jelek yang sebenarnya harus ditutupi. Saudaraku (sidang pembaca) tahukah antum, bahwa iri, dengki dan hasud itu adalah suatu penyakit. Pada mulanya iri yaitu perasaan tidak suka terhadap kenikmatan yang dimiliki orang lain. Kemudian, jika dibiarkan tumbuh, iri hati akan berubah menjadi kedengkian. Penyakit kedengkian jika dibiarkan terus akan berubah menjadi penyakit yang lebih buruk lagi, yaitu hasud.

2. Akibat Penyakit Hasud
Penyakit hasud adalah penyakit hati sama berbahanya dengan penyakit iri dan dendam. Sehingga dalam bahasa Arab iri, dengki dan hasud mempunyai arti kata yang sama yaitu hasad. Perbuatan iri dapat menghancurkan persatuan dan persaudaraan. Orang yang bertetangga dan bersaudara dapat bertengkar dan berselisih bahkan sampai pecah, bila termakan hasutan. Sehingga putuslah persaudaraan mereka.

• Nabi SAW pernah bersabda :
“Jauhilah sifat hasad, karena sesungguhnya hasad itu dapat memakan (menghabiskan) kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Daud)

• Dan Bersabda Rasulullah SAW :
“Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Tahukah kalian orang yang muflis (pailit/bangkrut) itu? Para Sahabat menjawab :”Orang yang tidak mempunyai harta sama sekali.” Lalu Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling pailit dari umatku ialah orang yang datang pada hari Kiamat kelak dengan membawa shalat, puasa dan zakat, tetapi ia telah mencaci maki orang lain, menuduh orang ini, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang-orang yang telah dianiaya ini diberi kebaikannya. Apabila amal kebaikannya habis sebelum dilunasi semua dosa-dosanya, maka diambillah kesalahan-kesalahan orang-orang (yang pernah dianiaya) dan ditumpahkan semuanya kepada dia, kemudian dia dilempar kedalam Neraka.” (HR. Muslim)

Dengan demikian, kalau kita rinci akibat penyakit hasud ini kurang lebih sebagai berikut :
a. Merugikan diri sendiri dan orang lain.
b. Menimbulkan perpecahan dan perselisihan.
c. Meruntuhkan sendi-sendi persatuan dan kerukunan dalam masyarakat.
d. Mencelakakan orang lain.
e. Menghilangkan amal perbuatan baik.
f. Masuk Neraka

3. Penyebab Penyakit Hasud.
Penyebab penyakit hasud tidak jauh berbeda dengan penyakit iri dan dendam, ditambah hal-hal sebagai berikut :
a. Permusuhan dan Kemarahan.
b. Sikap tidak rela orang lain lebih baik darinya.
c. Sombong
d. Tamak dan rakus dunia.
e. Lemahnya iman.
f. Mudah diprovokasi orang lain.

4. Bagaimana Cara Menghilangkan Penyakit Hasud?
Untuk menghilangkan penyakit ini, cara yang bisa dilakukan antara lain sebagai berikut :
a. Menumbuhkan kesadaran bahwa permusuhan dan kemarahan akan membawa petaka dan kesengsaraan baik lahir maupun bathin.
b. Saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran.
c. Jadilah orang yang mempunyai pendirian tidak mudah di provokasi.
d. Mengamalkan ajaran agama.
Read More

Jujur


Shiddiq (jujur, benar) adalah lawan kata dari kidzib (bohong atau dusta). Secara morfologi, akar kata shidq berasal dari kata shadaqa, yashduqu, shadqun, shidqun. Ungkapan shaddaqahu mengandung arti qabila qauluhu ‘pembicarannya diterima’.

Ayat Allah yang memberikan ilustrasi yang jelas tentang makna (shiddiq): “Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang jujur (benar) tentang kebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih.” (Al-Ahzab:8)

Imam al-Ghazali membagi sikap benar atau jujur (shiddiq) ke dalam enam jenis:
1. Jujur dalam lisan atau bertutur kata.
Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Menepati janji termasuk kategori kejujuran jenis ini.
2. Jujur dalam berniat dan berkehendak.
Kejujuran seperti ini mengacu kepada konsep ikhlas, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah. Jika dicampuri dengan dorongan obsesi dari dalam jiwanya, maka batallah kebenaran niatnya. Orang yang seperti ini dapat dikatakan pembohong. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Muslim sebagai berikut: “Ketika Rasulullah saw bertanya kepada seorang alim, ‘Apa yang telah kamu kerjakan dari yang telah kamu ketahui?’ Ia menjawab, ‘Aku telah mengerjakan hal ini dan hal itu.’ Lalu Allah berkata, ‘Engkau telah berbohong karena kamu ingin dikatakan bahwa si Fulan orang alim.”
3. Jujur dalam berobsesi atau bercita-cita (azam).
Manusia terkadang mengemukakan obsesinya untuk melakukan sesuatu. Misalnya, “Jika Allah menganugerahkan banyak harta kepadaku, aku akan sedekahkan setengahnya.” Janji atau obsesi ini harus diucapkan secara jujur.
4. Jujur dalam menepati obsesi.
Dalam suatu kondisi, hati terkadang banyak mengumbar obsesi. Baginya mudah saat itu untuk mengumbar obsesi. Kemudian, saat kondisi realitas sudah memungkinkannya untuk menepati janji obsesinya itu, ia memungkirinya. Nafsu syahwatnya telah menghantam keinginannya untuk merealisasikan janjinya. Hal itu sungguh bertentangan dengan kejujuran (shiddiq).
5. Jujur dalam beramal atau bekerja.
Jujur dalam maqam-maqam beragama. Merupakan kejujuran paling tinggi. Contohnya adalah kejujuran dalam khauf (rasa takut akan siksaan Allah), raja’ (mengharapkan rahmat Allah), ta’dzim (mengagungkan Allah), ridha (rela terhadap segala keputusan Allah), tawwakal (mempercayakan diri kepada Allah dalam segala totalitas urusan), dan mencintai Allah.
Read More

Bab Wudhu, Mandi dan Tayamum

Wudhu
Pengertian dan dalil disyariatkannya


Wudhu secara bahasa: dari asal kata “al wadaa’ah”, yaitu kebersihan dan kesegaran.


Secara istilah: Memakai air untuk anggota tertentu (wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki) menghilangkan apa yang menghalangi untuk sholat dan selainnya.


Dalil dari Qur’an dan Sunnah:
Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”
Shahih Bukhari : 135 dan Shahih Muslim : 225
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadas sehingga dia berwudhu”.


Keutamaan Wudhu:
Bersuci adalah setengah dari iman. (Shahih Muslim : 223)
Menghapus dosa-dosa kecil. (Shahih Muslim : 244)
Mengangkat derjad seorang hamba. (Shahih Muslim : 251)
Jalan ke sorga. (Shahih Bukhari : 1149 dan Sahih Muslim : 2458)
Tanda keistimewaan ummat ini ketika mereka mendatangi telaga. (Shahih Muslim : 234)
Cahaya bagi seorang hamba di hari kiamat. (Shahih Muslim : 250)
Untuk pembuka ikatan syetan. (Shahih Bukhari : 1142 dan Shahih Muslim : 776)


Sifat wudhu yang lengkap atau sempurna :
أَنَّ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلَاةِ


“Humran budak Utsman, telah menceritakan kepadanya, bahwa Utsman bin Affan meminta air untuk berwudlu, kemudian dia membasuh dua tangan sebanyak tiga kali, kemudian berkumur-kumur serta memasuk dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian ia membasuh muka sebanyak tiga kali dan membasuh tangan kanannya hingga ke siku sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh tangan kirinya sama seperti beliau membasuh tangan kanan, kemudian mengusap kepalanya dan membasuh kaki kanan hingga ke mata kaki sebanyak tiga kali. Selepas itu, ia membasuh kaki kiri, sama seperti membasuh kaki kanannya. Kemudian Utsman berkata, ‘Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudlu seperti cara aku berwudlu.’ Kemudian dia berkata lagi, ‘Aku juga telah mendengar beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengambil wudlu seperti cara aku berwudlu kemudian dia menunaikan shalat dua rakaat dan tidak berkata-kata antara wudlu dan shalat, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya yang telah lalu’.” Ibnu Syihab berkata, “Ulama-ulama kami berkata, ‘Wudlu ini adalah wudlu yang paling sempurnya yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan shalat.” (Shahih Bukhari 158 dan Shahih Muslim 226)Sifat-sifat wudhu':

Berniat (karena merupakan syarat sah ibadah termasuk wudhu’) menghilangkan hadas (dalam hati).
إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى


“Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya”. (Riwayat Bukhari : 1 dan Shahih Muslim : 1907)


2. Membaca Bismillah.


3. Mencuci telapak tangan sampai pergelangan 3 kali.


4. Mengambil air dengan tangan kanan untuk berkumur-kumur sambil menghirup air dengan hidung lalu mengeluarkannya kembali dengan tangan kiri 3 kali.


5. Mencuci wajah seluruhnya 3 kali.


6. Mencuci kedua tangan sampai siku (kanan-kiri).


7. Menyapu keseluruhan kepala kebelakang lalu ke depan terus ke telinga bagian luar dan dalam.


8. Mencuci kedua kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki (kanan-kiri).


Syaikh Ibnu Taimiyah berkata: Niat tempatnya di hati bukan di lidah, telah disepakati oleh para ulama. (Majmu’ arrosail al kubro : 1/243)


Faidahnya: Jikalau dia melafazkan berbeda dengan yang dihatinya maka yang dinilai adalah yang di hatinya.


Rukun-rukun Wudhu’


Apabila satu diantara rukun ini tinggal, maka batallah wudhu’nya. Diantara rukun-rukun tersebut adalah:
Mencuci seluruh wajah dari tempat tumbuhnya rambut sampai dibawah dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri. Dan wajib berkumur-kumur dan mencuci hidung. (al-Maidah ayat 6)
Membasuh kedua tangan sampai siku. (al-Maidah ayat 6)
Menyapu kepala kewajibannya disepakati oleh ulama, namun berbeda pada ukurannya. (al-Maidah ayat 6)
Wajib menyapu semua kepala baik laki-laki maupun perempuan.
Wajib menyapu semua kepala hanya untuk laki-laki.
Menyapu hanya sebagian kepala.
Menyapu telinga. (daaruqutni : 1/97, hasan)
Mencuci kedua kaki sampai mata kaki serta sela-sela jari kaki. (Shahih Bukhari : 161 dan Shahih Muslim : 241)
Teratur. (Majmu’ : 1/433, dll)
Beriringan atau tidak terpisah antara satu rukun dengan rukun lainnya. (Shahih Muslim : 232)


Sunnah-sunnah Wudhu’ :
Bersiwak.
Memulai dengan Bismillah.
Membasuh kedua tangan. (Shahih Bukhari : 159 dan Shahih Muslim : 226)
Berkumur-kumur dan mencuci hidung dari satu cidukan air sebanyak 3 kali. (Shahih Muslim : 235)
Melebihkan berkumur-kumur dan mencuci hidung selain orang yang berpuasa. (Abu Daud : 142, shahih)
Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri. (Shahih Bukhari : 140)
Mencuci sebanyak 3 kali. (Shahih Bukhari : 156)


Perhatian:
Menyapu kepala hanya sekali saja. (an-Nasa’i : 1/88, shahih)
Makruh lebih dari 3 kali bagi orang yang menyempurnakan wudhunya. (at-Tamhiid, ibnu abdilbaar : 20/117)
Menggosok-gosok anggota wudhu. (Ibnu Hiban : 1082, shahih)
Membersihkan sela-sela jari tangan dan kaki. (Shahih)
Melebihkan membasuh pada tempat yang diwajibkan seperti kedepan kepala, atas siku dan atas mata kaki. (Shahih Bukhari : 36 dan Shahih Muslim : 246)
Hemat dalam penggunaan air. (Shahih Bukhari : 198)
Berdoa setelah wudhu. (Shahih Muslim : 234)
Sholat 2 rakaat setelah wudhu. (Shahih Bukhari : 6433 dan Shahih Muslim : 226)


Catatan:


- Boleh mengeringkan bekas wudhu. (Shahih Bukhari : 270)


- Tidak sah wudhu bagi wanita yang memakai kutek. (Ibnu Abi Syaibah : 1/120, sanad shahih)


Pembatal wudhu’ :
Buang air kecil atau buang air besar serta keluar angin dari 2 tempat. (al-Maidah ayat 6, al ijmaa’ hal. 17)
Keluar mani, wadi atau madzi. (Shahih Bukhari : 269 dan Shahih Muslim : 303)
Tidur lelap. (al-muhalla : 1/222-231). Ada 8 pendapat ulama, silahkan lihat di hal. 129-132)
Hilang akal atau gila, mabuk, pingsan. (al-Ausath ibnu al Mundzir : 1/155)
Menyentuh kemaluan tanpa pembatas, baik dengan syahwat atau tidak.
Memakan daging onta. (Shahih Muslim : 360)


Hal-hal yang tidak membatalkan wudhu’ :
Saling bersentuhan laki-laki dengan wanita tanpa pembatas. (al-Umm : 1/15)
Keluar darah dari selain tempat yang biasa keluar seperti karena luka atau bekam. (Shahih Bukhari : 1/80)
Koi atau pengobatan dengan menggunakan besi panas. (Tirmidzi : 87, shahih)
Tertawa terbahak-bahak dalam sholat atau diluar sholat. (dalil yang mengatakan mengulang wudhu adalah dhaif, daaruqutni : 1/162)
Memandikan dan membawa mayat. (Abu Daud : 3162, dll)
Ragu dengan telah batalnya wudhu atau belum. (Shahih)


Hal-hal yang dianjurkan untuk berwudhu’ :
Ketika berdzikir: keumuman berdzikir, membaca al-Qur’an, tawaf di ka’bah dan lain-lain. (Abu Daud : 17, shahih)
Ketika akan tidur. (Shahih Bukhari : 247 dan Shahih Muslim : 2710)
Bagi orang yang junub ketika akan makan, tidur atau ingin mengulanginya kembali. (Shahih Bukhari : 288 dan Shahih Muslim : 305)
Sebelum mandi junub. (Shahih Bukhari : 248 dan Shahih Muslim : 316)
Setelah makan makanan yang di bakar atau di panggang. (Shahih Muslim : 351)
Memperbaharui wudhu ketika akan sholat. (Shahih Muslim : 277)
Ketika terjadi hal yang membatalkan wudhu. (Tirmidzi : 3689, shahih)
Setelah berobat dengan besi panas. (Tirmidzi : 87, shahih)


Menyapu pembatas :
Menyapu Khuffain (sandal dari kulit yang menutup dua mata kaki) hukumnya boleh tapi mencucinya lebih utama. Masanya 3 hari 3 malam untuk yang musafir dan sehari semalam bagi yang bermukim.


Syarat menyapu khuffain yaitu memakainya dalam keadaan suci.


Yang membatalkannya yaitu berakhirnya masa menyapu, membukanya dan berhadats sebelum memakainya. Sedangkan membukanya bukan berarti membatalkan wudhu.


Menyapu kaus kaki dan sandal ada 3 pendapat.
Menyapu penutup kepala seperti imamah atau sorban dan kerudung bagi wanita ketika berwudhu apabila takut dingin.
Pembungkus tulang yang patah seperti gips.





Mandi


Pengertian mandi
Secara bahasa : Mengalirkan air kepada sesuatu.
Secara syar’i : Menyiramkan air yang bersih keseluruh badan karena hal-hal tertentu.

Hal-hal yang mewajibkan mandi:
-Keluar mani (dalam keadaan sehat) waktu sadar atau tidur.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”. (An-Nisa ayat 43)
-Bertemunya dua alat kelamin walaupun tanpa keluar mani. (Shahih Muslim : 350)
-Haid.
-Nifas.
-Masuk Islamnya orang kafir. (Al-Majmu’ : 2/175)
-Sholat Jum’at. (Shahih Bukhari : 879, Shahih Muslim : 846)
-Meninggal.


Mandi-mandi yang di sunnahkan :
  • Mandi dua hari raya. (musnad imam syafei : 114)
  • Mandi setelah sadar dari pingsan. (Shahih Bukhari : 687 dan Shahih Muslim : 418)
  • Mandi ihram pada haji dan umrah. (Tirmidzi : 831, hasan)
  • Mandi ketika memasuki Makkah. (Shahih Bukhari: 1573 dan Shahih Muslim : 1259)
  • Mandi ketika melakukan jima’ berulang kali. (Abu Daud : 216, hasan)
  • Mandi setelah memandikan mayit. (Tirmidzi : 993, shahih, dll)
  • Mandi bagi wanita yang istihadhoh (hadits dhoif: jaami’ ahkaamu an-nisaa’ : 1/230-237)


Catatan: Niat merupakan syarat sah ibadah termasuk mandi.


Rukun mandi
Menyiram air keseluruh tubuh atau badan: kulit dan rambut. (Shahih Bukhari : 248 dan Shahih Muslim : 316)


Hal-hal yang disunnahkan dalam mandi
Induk hadits dalam hal ini lihat Shahih Bukhari : 248, 266 dan Shahih Muslim : 316, 317)
-Membasuh kedua tangan 3 kali sebelum memasukkan tangan kedalam air. (Shahih Muslim : 317)
-Membasuh kemaluan dan sekitarnya yang terkena kotoran. (Shahih Bukhari : 154, Muslim 267)
-Mencuci tangan setelah mencuci kemaluan. Disarankan dengan sabun agar lebih bersih. (Shahih Muslim : 317)
-Berwudhu’ secara sempurna seperti wudhu hendak sholat. (Fathul baari : 1/429)


Catatan:
Mandi junub untuk wanita sama seperti mandi junub laki-laki
Tidak mesti mengurai rambut yang di ikat, yang penting air sampai kepangkal rambut.
Tidak mesti berwudhu setelah mandi, apabila tidak terjadi hal-hal yang membatalkan wudhu’





Tayamum


Pengertian
Secara bahasa: Maksud
Secara syar’I : Bermaksud ke tanah (permukaan bumi).


Dalil di syariatkannya:
Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 6
فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ صَعِيداً طَيِّباً

“…maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih)…”.
Hadits : Musnad Ahmad jilid 2 no 222
Ijma’ : al-Mughni 1/148


Hal-hal yang membolehkan tayamum :
-Ketika tidak mendapatkan air baik mukim atau safar.
-Berhalangan menggunakan air.


Catatan:
- Tayamum merupakan pengganti wudhu dan mandi ketika ada hal yang membolehkannya dan berpahala bagi orang yang melakukannya.
- Mayat boleh di tayamumkan apabila terpenuhi syarat dibolehkannya tayamum. (al-Mahalla : 2/158)
- Tidak mesti orang yang melakukan tayamum itu dengan syarat perjalanan jauh.
- Tidak disyaratkan tayamum bagi orang yang melakukan perjalanan untuk ketaatan saja. (al-Mahhalla : 2/116)
- Apabila berkumpul antara mayat, wanita haid dan orang yang terkena najis sedangkan air tidak cukup kecuali hanya untuk satu orang saja. Maka yang lebih berhak diantara mereka menurut jumhur ulama (al Majmu’ : 2/316) adalah yang memiliki air tersebut. Namun apabila tidak ada yang memiliki air tersebut dan air itu boleh digunakan, maka ada perbedaan pendapat para ulama. Silahkan lihat sumber asli yaitu kitab Shahih Fiqih Sunnah jilid 1 halaman 193.


Tanah apa yang boleh di gunakan dalam tayamum? Ada 2 pendapat ulama, yaitu:
-Permukaan bumi secara umum: gunung, kerikil, tanah dan husoba’ (Abu Hanifah, Abu Yusuf, Malik dan dipilih oleh Syaikh Ibnu Taimiyah)
-Tanah bukan yang lain (Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Abu Tsur, dll)


Cara melakukan tayamum sesuai tuntunan Rasulullah:
Memukulkan kedua telapak tangan ke tanah kemudian meniupnya. Lalu menyapu wajah dan kedua tangan. (Shahih Bukhari : 338 dan Shahih Muslim : 798)


Pembatal tayamum sama seperti hal yang membatalkan wudhu’.
 

Catatan:

- Apabila mendapati air setelah tayamum sebelum melakukan sholat, maka batal tayamumnya dan wajib berwudhu’.
- Apabila sedang sholat ada orang yang mengantarkan air atau mendengar adanya air, ada 2 pendapat ulama: memutuskan sholat dan wajib berwudhu (dhoif Tirmidzi : 124). Sedangkan pendapat yang lain, melanjutkan sholat hingga selesai. (Surat Muhammad ayat 33)
- Apabila telah selesai sholat baru mendapati air, maka tidak perlu mengulangi sholatnya.
Read More

Mahal Qiyam Ad-Diya Ulami

Read More

© Majelis Ta'lim Remaja Al-Husna, AllRightsReserved.

Designed by Zy Muhammad